Minggu, 28 Maret 2010

POLISI TERTIPU

Bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan atau merendahkan polisi , tapi kenyataannya memang sudah cukup banyak kejadian memalukan yang menimpa institusi kita ini. Namun demikian cerita berikut ini cukup menggelikan.
Di dekat sebuah perempatan tampak seorang anak penjual/loper koran menjajakan dagangannya.
“ Koran ... koran, seorang polisi tertipu. Koran ... koran, seorang polisi tertipu !” teriaknya dengan lantang.
Dua orang polisi yang sedang bertugas di pos jaga tidak jauh dari perempatan merasa penasaran di mana kejadiannya, bagaimana modus operandinya kok bisa polisi tertipu. Maka dipanggillah sang loper koran tersebut. Setelah jual beli selesai, sang loper koran melanjutkan aksinya.

“ Koran ... koran, dua orang polisi lagi tertipu. Koran ... koran, dua orang polisi lagi tertipu !”
Setengah jam kemudian setelah melewati beberapa pos jaga polisi,” Koran ... koran, lima belas orang polisi telah tertipu. Koran ... koran, lima belas orang polisi telah tertipu !”
He ... he ... what a smart boy, tricky marketing.

Posting yang akan datang berdasarkan kisah nyata "gara-gara facebook"

Senin, 22 Maret 2010

DEJA VU

Pernahkah Anda mendengar atau membaca istilah "deja vu" ? Tahukah Anda arti kata deja vu ? Jika Anda tidak tahu coba anda baca di sini. Dan kisah berikut ini adalah kisah yang ada kaitannya dengan istilah tersebut.
Suatu hari ketika sedang pergi jalan-jalan ke kota, Bondet bertemu dengan seseorang. Setelah saling berpandangan beberapa saat, Bondet membuka percakapan,
“ Maaf Mas, sepertinya kita pernah bertemu tapi di mana ya ?”

“ Iya ya, perasaan saya juga sama. Tapi di mana ya ?”
“ Mas, tinggal di mana ?” tanya Bondet lagi.
“ Di Jl. Lalu Lalang no. 99X Mataram.”
“ Kalau boleh tahu, nama Mas siapa ?” tanya Bondet lagi.
“ Nama saya Bendot.”
“ Ah, ... kalau begitu mas ini kakak saya sendiri,” jawab Bondet.

Deja vu.

Posting yang akan datang mengenai cerita yang cukup menggegerkan, tentang penipuan terhadap polisi.

Senin, 15 Maret 2010

KEJUJURAN DAN INTEGRITAS ?

Mungkin banyak di antara kita susah untuk membedakan antara kejujuran dan integritas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ; kejujuran berarti "sifat jujur, keadaan jujur". Sedangkan integritas berarti "kejujuran, mutu, sifat atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki kemampuan yg memancarkan kewibawaan. Bingung khan ? Tapi dengan sedikit cuplikan kisah di bawah ini kita akan mulai memahami apakah kejujuran seseorang sama dengan integritas seseorang. Apakah seseorang mempunyai integritas atau tidak.
Di sebuah kawasan wisata, di sebuah kota kecil nampak sepasang manusia setengah baya (laki dan perempuan) tengah berjalan menuju sebuah toko yang cukup lengkap di kota itu.
“ Ada yang bisa kami bantu ?” tanya sang pramuniaga.
“ Bisa ketemu pemilik tokonya, mbak ?” tanya sang lelaki.
Ketika sudah bertemu dengan pemilik toko,
“ Begini Pak, kami bermaksud mengembalikan kelebihan uang pengembalian belanja kami tadi. Ini nota belanja kami tadi dan ini selisih uang pengembalian belanja kami.”

“ Aduh ... terima kasih banyak, Bapak dan Ibu. Rupanya Bapak dan Ibu ini orang yang jujur sekali. Saya akan panggil wartawan supaya pengalaman dan foto Bapak dan Ibu yang jujur ini dimuat di koran lokal agar menjadi teladan bagi warga di kota ini,” kata pemilik toko.
“ Jangan Pak, kalau dimuat di koran nanti dibaca oleh istri saya, bisa gawat !” jawab sang pria memelas.
“ Jangan Pak, nanti ketahuan suami saya, bahaya !” jawab sang perempuan tak kalah memelasnya.


Nantikan posting berikutnya tentang fenomena yang disebut "deja vu".

Minggu, 07 Maret 2010

AN OLD MAN CALLED “PAPUQ PISANG”

Kisah berikut ini adalah cerita tentang seorang bapak tua (istilah base sasaknya “papuq”) penjual pisang yang biasa lewat di depan rumah, yang akhirnya diberi sebutan “papuq pisang” oleh istri saya.
Kisah ini bermula dari sekitar enam tahun yang lalu ketika kami sekeluarga baru pindah ke P. Lombok.
Pada suatu siang yang sangat terik terlihat seorang bapak tua –atau lebih tepatnya “kakek”- sedang duduk-duduk di bawah pohon di depan rumah kami dengan dua keranjang berisi pisang ada di depannya. Terdorong rasa kasihan, istriku memanggilnya untuk beristirahat di teras rumah. Ditemani sepiring kue dan air putih, istriku menemani kakek itu ngobrol di teras (untungnya sang kakek bisa berbahasa Indonesia, kalau hanya bisa bahasa sasak pasti tidak akan nyambung ... :D). Setelah kurang lebih setengah jam ngobrol dan menghasilkan transaksi sesisir pisang, sang kakek melanjutkan perjalanannya. Sejak itu sang kakek selalu mampir ke rumah, kira-kira tiap dua atau tiga minggu sekali. Meskipun tidak selalu membuahkan transaksi, paling tidak ada langganan tempat istirahat dengan fasilitas minum air putih atau kopi plus kadang-kadang sepiring kue atau jajan hasil bikinan istriku sendiri.

Dari hasil sekian kali ngobrol dengan sang kakek, istriku telah berhasil mengumpulkan sepenggal perjalanan hidup sang kakek yang cukup mengharukan sekaligus membanggakan tentang semangat dan perjuangan hidup serta harga diri.
Inilah sebagian penuturan dari sang kakek. Berjualan pisang hasil kebunnya adalah satu-satunya jalan untuk bertahan hidup bagi dia dan istrinya. Karena dia tidak mau menggantungkan hidup kepada orang lain, termasuk anak-anaknya. Karena dia sendiri juga tidak tahu di mana anak-anaknya sekarang berada. Untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain atau menyerahkan diri ke panti jompo adalah pantangan buat dirinya. Selama masih bisa dan kuat jalan kaki dia akan tetap memilih untuk berjualan pisang. Lebih baik berjualan pisang daripada mengemis. Makanya dia paling benci jika melihat orang yang masih muda dan sehat, mengemis. Selain dianggap pemalas dan tidak menghargai diri sendiri karena dia juga tahu persis kadang-kadang hasil dari mengemisnya itu lebih sering dipergunakan untuk hal-hal yang justru kurang berguna, seperti untuk beli rokok.
Jangan sekali-kali memberi uang pada kakek ini tanpa membeli pisangnya, dia pasti akan tersinggung. “Kalau bapak atau ibu mau memberi saya uang, silakan beli pisang saya!” begitu yang sering dia ucapkan. Memang jarang ada orang yang mau beli pisang sang kakek hanya karena satu hal saja, mahal, jika dibandingkan dengan harga pisang pada umumnya. Jadi kalau ada yang beli pisangnya itu karena lebih terdorong oleh rasa kasihan. Terkadang muncul juga pikiran jelek saya, inikah strategi mengemis yang lebih halus? Tapi pikiran itu segera saya buang jauh-jauh demi melihat keringat yang belum kering di pipinya.
Suatu ketika, sudah cukup lama sang kakek tidak lewat depan rumah. Mulai muncul kekangenan sekaligus kekhawatiran kami akan sang kakek. Jangan-jangan dia sakit atau mungkin sudah meninggal. Kalau betul sudah meninggal, ke mana kami harus melayat sementara nama dan rumahnya saja kami tidak tahu (karena setiap kali ditanya di mana rumahnya, dia hanya menjawab “jauh ... pokonya jauh”). Hilang sudah kekhawatiran kami begitu melihat sang kakek muncul lagi beberapa hari menjelang lebaran tahun lalu. Hebatnya lagi dia masih berusaha menjalankan ibadah puasa ramadhan. Untuk pertama kalinya sang kakek mengajukan permintaan kepada istri saya (setelah didahului dengan prakata yang sangat santun) barangkali ada baju/celana/sarung yang sudah tidak dipakai, bolehkah dia memintanya. Trenyuh hatiku mendengarnya. Tanpa pikir panjang kami carikan baju dan celana yang masih layak pakai. Khusus untuk sarung kami berikan yang masih baru, masih dalam kemasan tokonya. Senang hati kami melihat senyum sang kakek. Dan seperti biasa, sebelum melanjutkan perjalannya sang kakek selalu mendoakan kami sekeluarga.

Ya Allah ..... berilah kami kekuatan untuk selalu meneladani sikap dan harga diri sang kakek dalam menjalani kehidupan ini, sikap yang pantang menyerah dan pantang melakukan sesuatu yang hina demi kebahagiaan sesaat. Ya Allah ..... berikan yang terbaik buat kakek kami meskipun bagi sebagian orang dia hanyalah seorang “penjual pisang” yang dikenal orang dengan “papuq pisang”.
Mohon maaf jika postingan ini saya tulis dengan struktur bahasa Indonesia baku. Hal ini saya lakukan demi menjaga makna dan hikmahnya jika ada pembaca yang mencoba menterjemahkannya dengan meng-klik tombok “translate” di atas.

Nantikan postingan yang akan datang, masih tentang orang yang mempunyai ‘integritas’.